O, aku ingin menebas leher angin
yang telah menenggelamkanku ke dasar sunyi
dengan tangan badai mencengkram tubuhku
langit serupa kanvas kelabu dengan gumpalan awan kelam
angin tidak tunduk kepada suaraku yang menggetarkan malam
dan tanah gemetar, bahkan karang mulai runtuh
rupanya teriakanku tidak sampai kepadamu, Violina.
Berulangkali namamu menggema di udara
Lewat suaraku yang serak
Aku masih ingin berteriak, sampai pita suaraku putus
Sampai seluruh pakaianku robek dan kulitku terkelupas
Oleh cakar angin.
Violina, dimanakah kamu saat sepi menembaki dadaku
Dimanakah kamu saat rindu memberat di jantungku
Yogyakarta, Agustus 2011
PARADE KESEPIAN
Bulan sabit menikam langit
Bintang-bintang menusuk malam
Sementara dadaku bergemuruh seperti laut selatan
Untuk kesekian kali, ingin kuhisap sumsum bumi
Lalu menyerap darah badai, dan mengupas lautan sunyi.
Kini darahku mengalir serupa lahar merapi
Suaraku menjerit bersama angin yang mengembara tanpa tepi
Di sudut bumi, aku tegak berdiri memandangi lautan manusia
Kesepian lebih menyerupai pecahan kaca yang runcing di mata mereka
Meskipun tampak ramai dan gaduh,
tapi sepasang mata mana yang mampu menyembunyikan kesepian?
Angin terasa angkuh, dan dingin.
Yogyakarta, Agustus 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar